Fenomena Misterius Ratusan Ikan Mati di Perairan Maluku Utara
Sejumlah pesisir perairan Maluku Utara dipenuhi bangkai ratusan ekor ikan, Rabu (26/2).
Bukan bangkai ikan yang mati misterius saja, warna air laut di tepian juga menjadi kecoklatan.
Fenomena perubahan warna air laut dan ratusan ekor ikan mati misterius pertama kali muncul di perairan Pulau Makian, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Ratusan ikan mati mengapung di pesisir pantai.
Tak lama, fenomena serupa muncul di perairan Kota Ternate, tepatnya di area pantai Falajawa.
Sejumlah penyelam juga menemukan beragam jenis hewan laut mati hingga kedalaman 12 meter di bawah permukaan laut.
Jenis hewan laut yang mati tersebut diketahui mulai dari damselfish, trumpetfish, goatfish, scorpion fish, gurita dan Pontoh’s pygmy seahorse.
Pihak Kepolisian Maluku Utara serta instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Lingkungan Hidup telah mengambil sejumlah sampel sedimen, air laut, dan ikan yang mati.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Utara Fachruddin Tukuboya menyatakan pengambilan sampel dilakukan pada beberapa titik dengan tingkat kedalaman yang berbeda.
“Pengujian laboratorium akan dilakukan di Manado, Sulawesi Utara dan membutuhkan waktu mulai dari pengambilan sampel, pengiriman, dan pengujian serta hasilnya tidak lebih dari satu minggu,” kata Fachruddin.
Ledakan AlgaFachruddin menduga fenomena itu dipicu ledakan alga atau blooming alga yang menyebabkan perubahan warna air. Menurutnya, perairan Maluku Utara merupakan perairan yang kaya akan sumber makanan ikan seperti plankton.
“Sehingga peristiwa blooming alga bisa saja terjadi di wilayah Maluku Utara. Peningkatan suhu di perairan akan memicu aktivitas metabolisme alga,” kata Fachruddin.
“Akibat dari meningkatnya metabolisme alga adalah reproduksi dan aktivitas pembelahan sel yang dilakukannya juga akan berlangsung lebih cepat,” lanjutnya.
Pembuangan limbah yang mengandung banyak fosfat seperti detergen rumah tangga ke perairan laut juga dapat menjadi faktor penyebab ledakan alga.
Ledakan jumlah fosfat di perairan akan memicu pertumbuhan dan perkembangan alga dengan pesat yang berdampak merugikan bagi makhluk hidup dalam perairan tersebut.
“Jumlah populasi alga yang signifikan juga mengakibatkan penurunan kadar oksigen yang dibutuhkan oleh biota laut lainnya,” kata Fahcruddin.
Fachruddin berharap masyarakat tetap tenang dan tidak panik, mengingat saat ini Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan fenomena ini tidak berdampak negatif.
“Untuk menghindari dampak bagi masyarakat, ikan yang ditemukan mati tanpa diketahui penyebabnya tidak dikonsumsi. Jika ikan yang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan dan tidak pada daerah terdampak langsung bisa dikonsumsi,” katanya.
Perbedaan SuhuDosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Khairun, Aditiyawan Achmad menduga penyebab fenomena perubahan warna air laut dan kematian ikan akibat percampuran massa air sebagai dampak dari perbedaan suhu ekstrem.
“Kita juga rasakan satu minggu terakhir ini suhunya meningkat drastis di mana sejak Januari-Februari [kenaikan] suhu rata-rata 1,04 [derajat],” ujar Aditiyawan.
“Kenaikan suhu permukaan di atas rata-rata itu salah satu faktor teorinya. Namun kami juga masih menunggu hasil uji laboratorium untuk mengetahui penyebab pasti,” lanjutnya.
Sementara itu pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Ternate memastikan fenomena tersebut bukan disebabkan aktivitas kegempaan di bawah laut.
“Tidak ada kaitannya kejadian tersebut dengan isu terjadi longsor dibawa laut. BMKG sendiri sejauh ini memantau tidak ada aktifitas kegempaan yang menyebabkan longsoran bawah laut,” kata Market Sofian dari BMKG Ternate.
“Sehingga kejadian atau fenomena tersebut tidak ada hubungannya dengan kegempaan. Sejauh ini tidak ada terekam kegempaan di seputar Pulau Makian, bahkan sering terjadi hanya di Laut Maluku dan Halmahera.” lanjutnya.
Sumber: cnnindonesia.com