Koruptor Saja Masih Bisa Bergaya, Kenapa Tersangka Guru Digunduli?
Pakar Pendidikan Prof Edy Suandi Hamid menyayangkan tindakan aparat kepolisian
yang membotaki rambut tiga guru pembina Pramuka SMPN 1 Turi, Sleman yang ditetapkan sebagai tersangka insiden susur sungai.
Mantan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) menilai berlebihan tindakan penggundulan tiga guru itu dari sisi edukasi.
“Sesuatu yang berlebihan. Apalagi mereka bukanlah melakukan kejahatan yang disengaja.
Melainkan kecerobohan, yang berakibat meninggalnya 10 siswa SMP itu,” ujar mantan Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) ini kepada Tribunnews.com, Rabu (26/2/2020).
Apalagi kata dia, tiga guru itu sudah menyesali perbuatannya, dan siap menanggung akibat hukumnya.
“Penggundulan itu sudah merontokkan moral para guru yang sebetulnya masih dihormati para muridnya,” jelas Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta ini.
Selain itu kata dia, tidak ada juga tanda-tanda tiga guru tersebut akan melakukan perlawanan atau tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Kelalaian tiga guru itu, kata dia, memang menyebabkan nyawa melayang.
Namun dia tegaskan, tetap saja kesalahan yang mereka lakukan itu tidak lebih buruk dibandingkan koruptor yang menyalahgunakan kekuasaan yang merugikan masyarakat.
“Koruptor saja masih bisa bergaya, yang ini digunduli. Ini bukan saja berpengaruh pada jiwa mereka, tetapi keluarga, anak istri mereka yang dampak lanjutannya pasti merugikan,” tegasnya.
Karena itu imbuh dia, sikap polisi, yang bisa saja terbawa emosi lingkungan sehingga melakukan penggundulan, layak disesali dan diberi teguran keras atau sanksi oleh pimpinan kepolisian.
“Seharusnya juga memperhitungkan kondisi psikologis tersangka, walau mungkin situasi korban juga diperhatikan. Namun tetap dalam korodor yang mendidik. Apalagi mereka adalah guru,” tegasnya.
Sumber: tribunnews.com